Rabu, 18 Agustus 2010

Jangan Remehkan Doa Kecil





“Dan kamu menganggapnya yang ringan saja, padahal di sisi Allah adalah besar.” (An-Nur 150 ).


Semua orang pasti ingin sukses dan ingin mempersembahkan sesuatu yang terbaik dalam hidupnya yang hanya sekali itu. Baik itu sukses dalam keluarga, karir, relasi sosial dengan teman, tetangga, membesarkan putra-putrinya, mewujudkan masterpiece (karya besar), maupun sukses menapaki jalan terjal nan panjang menuju surga Allah.

Dalam kehidupan nyata, hanya segelintir orang barang kali yang menikmati “sukses warisan” atau “sukses rekayasa” ataupun “sukses mukjizat”. Sembilan puluh sembilan persen kesuksesan itu adalah hasil olah keringat dan kerja keras. Orang barat bilang: “Success is a condition, not fate.” Kesuksesan adalah sebuah kondisi, bukanlah takdir.”

Orang Barat sering mengatakan: “Big success is usually formed by great number of small achievment” (kesuksesan besar itu adalah akumulasi dari sekian banyak kesuksesan-kesuksesan kecil”. Seorang yang sukses menjadi rektor di sebuah universitas, pastilah dia telah mengkoleksi sekian banyak dari kesuksesan-kesuksesan kecil. Dia pastilah orang yang sukses mengendalikan emosinya, sukses memberikan kesejukan pada orang lain, sukses dalam menepati janji, sukses menjaga kedisiplinan, sukses mempertahankan kejujuran, dan lain-lain. Sama halnya dengan meningkatnya bobot badan kita dari 60 ke 70 Kg dalam kurun waktu 5 bulan misalnya. Peningkatan ini tentu tidak drastis melainkan dipengaruhi oleh pola hidup keseharian dan dari hal-hal kecil.

Menjelang kedatangan Rasulullah di Madinah, penduduk Madinah yang belum kenal sama sekali itu begitu merindukan dan menantikan kedatangannya, mendengar namanya saja mereka merasa sejuk. Kondisi ini tidak terbentuk dalam waktu yang sekejap, tidak cukup dengan tebar pesona hanya dua bulan seperti para caleg. Rasulullah mempraktekkan dan mencontohkan akhlaqul karimah itu lebih dari 13 tahun selama di Mekkah dalam kondisi masyarakat yang masih jahili dan paganik. Kesuksesan dan citra positif tidak mungkin bisa dibentuk secara instan.

Untuk bisa sukses meraih kebahagiaan abadi di akherat juga demikian. Kita harus menyusun target-target kesuksesan kecil dengan menjalankan sunnah-sunnah nabi dan harus membentengi diri dari perbuatan-perbuatan makruh yang remeh. Oleh karenanya tepat sekali jika Rasulullah bersabada dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Imam Muslim dari abu Dzar:

لاَ تَحْقِرَنَّ مِنَ الْمَعْرُوفِ شَيْئًا وَلَوْ أَنْ تَلْقَى أَخَاكَ بِوَجْهٍ طَلْقٍ

(janganlah engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan senyuman saat bertemu saudaramu).


Hadist di atas memberikan isyarat bahwa Islam sangat memperhatikan segala bentuk kebaikan mulai dari kebaikan berskala kecil sampai yang berskala besar. Islam tidak hanya memperhatikan ibadah mahdhah seperti shalat, zakat, puasa dll, tetapi juga ibadah mini seperti senyuman, empati, ucapan terima kasih, jabatan tangan, silatur rahim dll.

Pada saat yang sama, Islam juga melarang meremehkan dosa meskipun kecil. Masih ingatkah kita sabda Rasulullah SAW dari Addy bin Hatim :

اتَّقُوا النَّارَ وَلَوْ بِشِقِّ تَمْرَةٍ

(berlindunglah dari neraka meski dengan sedekah sepotong korma).

Hadist di atas senada juga dari Abi Hurairah (Riwayat Ibn Majah):

أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْرِ مِنَ الْبَوْلِ

(kebanyakan siksa kubur terjadi akibat percikan air kencing).

Jadi Islam tidak hanya melarang zina, korupsi, musyrik, tetapi juga cemberutnya wajah, antipati, egois, tidak adil. Sekecil apapun kebaikan dan selembut apapun kejelakan itu akan diperhitungkan oleh Allah:

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ (7) وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرًّا يَرَهُ (8

Maka barang siapa melakukan kebaikan sekecil atom, Allah melihatnya dan barang siapa melakukan kejelekan sekecil atom, Allah juga melihatnya.

Orang Islam harus mencari alternatif pintu-pintu kebaikan karena kita tidak tahu amal yang mana dari kita yang diterima Allah dan dan amal mana yang ditolak oleh Allah? Dan kita juga tidak tahu amal mana yang mengantar kita menjadi penghuni taman surga dan amal mana yang menjerumuskankan ke jurang neraka. Alangkah indahnya, perintah Rasulullah pada Abu Dzarr:

يَا أَبَا ذَرٍّ إِذَا طَبَخْتَ مَرَقَةً فَأَكْثِرْ مَاءَهَا وَتَعَاهَدْ جِيرَانَكَ (رواه مسلم

Wahai Abu Dzarr, apabila kau masak sayur perbanyaklah kuahnya dan undanglah tetanggamu (HR Muslim).

Masih ingatkah kita kisah seorang laki-laki yang mendapatkan fasilitas surga dari Allah lantaran kepeduliannya pada anjing yang kehausan (HR. Bukhari dari Abu Hurairah) atau disiksanya seorang wanita di neraka akibat membiarkan kucing kelaparan (HR Bukhari dari Ibn Umar). Atau pernahkah membaca kisah sebuah mimpi sang santri yang memimpikan gurunya (Imam Ghazali) bisa selamat dati neraka hanya gara-gara memberikan kesempatan pada semut untuk minum tintanya.

Kalau kita sebagai seorang ayah jangan remehkan ciuman sayang pada anak-anak kita, kalimat-kalimat motivasi yang konstruktif, memperdengarkan lantunan ayat-ayat al-Quran dan memberi pajanan pilihan kata yang santun. Siapa tahu itu menjadi jalan sholehnya anak-anak kita.

Kalau kita sebagai anak, jangan remehkan ta’zhim dan doa kita pada orang tua dan jangan lupakan melaksanakan pesan dan amanat mereka, siapa tahu itu menjadi sebab kebahagian mereka dan menjadi jalan husnul khotimah mereka.

Kalau kita sebagai guru/dosen jangan remehkan doa-doa kita untuk murid-murid kita, menebar senyum di sela-sela mengajar, memudahkan pertemuan kita dengan mereka, siapa tahu itu menjadi jalan kesuksesan kita dan mereka.

Kalau kita sebagai murid atau mahasiswa, jangan remehkan ta’zhim kita pada guru-guru kita, jangan abaikan sedikit apapun ilmu yang diberikan siapa tahu itu menjadi jalan kemanfaatan ilmu kita.




Jangan Remehkan Hal-hal Kecil



SETIAP Muslim meyakini bahwa setiap kehidupan di dunia ini ada dalam koridor pengawasan Allah SWT. Begitu pun halnya dengan perilaku manusia. Ia tidak luput dari pengawasan-Nya.

Meremehkan berarti memandang remeh (tidak penting, kecil, dsb); menghinakan; mengabaikan. Untuk itu, jangan anggap remeh terhadap hal-hal kecil yang 
kita perbuat di dunia. kita harus selalu berhati-hati tentang niat, ucapan dan perilaku. Bukan hanya menyangkut eksistensi harga diri sesama manusia, tapi lebih dari itu kita harus mempertanggung jawabkan di hadapan Allah Ta’ala.

Artinya, jika hal-hal kecil yang diremehkan itu 
adalah sesuatu yang melanggar ketentuan-Nya bisa berakibat celaka di dunia dan akherat. Sebaliknya, sangat disayangkan bila hal-hal kecil yang kita remehkan itu merupakan sesuatu yang bernilai taqwa dan bermutu amal saleh lagi membawa kebahagiaan.

Dalam hal ini, Allah mengingatkan kita dalam Alqur’an, “Barangsiapa mengerjakan kebaikan walau seberat butir debu, 
akan dibalas kebaikan itu. Dan barangsiapa mengerjakan kejelekan walau seberat butir debu, akan dibalas pula kejelekan itu.”(QS. 99: 7-8).

Parameter itulah, yang mengajarkan kita agar tidak meremehkan terhadap hal-hal kecil. Karena hal-hal kecil yang telah kita lakukan itu akan menjadi “bahan penilaian”, baik semasa hidup di dunia dan lebih-lebih di akherat kelak.

Yang jelas, sikap melucuti dan meremehkan hal-hal kecil dengan menganggap hal-hal besar sebagai satu-satunya yang menentukan kualitas hidup manusia, adalah sesuatu yang tidak baik dan tidak bijaksana. Bukankah, sesuatu yang besar itu tidak mungkin ada, tanpa adanya hal-hal yang kecil?

Berikut ini, ada beberapa ruang lingkup yang dapat menyadarkan dan membukakan mata kewaspadaan kita terhadap pentingnya menjauhkan sikap meremehkan hal-hal kecil dalam hidup keseharian.

1. Bagaimana awal kehidupan manusia dimulai?

Pengetahuan tentang bagaimana manusia itu diciptakan, kita peroleh dari Allah sendiri, Sang Penciptanya. Yakni Allah ‘Azzawa Jalla, dalam Alqur’an mengatakan, Aku ciptakan kamu dari debu (QS. Ali’Imran:59, Al-Kahfi:38, Al-Hajj:5, Ar-Ruum:29, Al-Faathir:11, dan Al-Mu-min:67); dari tanah liat (QS. Al-An’aam:2, Al-A’raaf:11, Ash-Shaad:71,76, Al-Mu-minuun:12, Alif Laam Miim As-Sajdah:7, As-Shaffaat:11, Al-Israa’:61); dari lumpur hitam yang diberi bentuk (QS. Al-Hijr:26,28,33); dari tanah kering seperti tembikar (QS. Al-Hijr:26,28,33 dan Ar-Rahmaan:14).

Secara demikian, bukan berarti proses penciptaan manusia itu saling bertentangan tentang bahan penciptaan itu sendiri (tanah). Namun, sebenarnya Allah SWT menerangkan kepada kita adanya fase-fase dari bahan penciptaan tersebut. Dari debu menjadi tanah liat, lalu menjadi lumpur hitam, dan kemudian menjadi tanah kering. Inilah gambaran dalam proses terciptanya jasad manusia sampai menjelang ditiupkannya roh ke dalamnya. Allah berfirman, “Dan telah Aku tiup ke dalamnya roh (ciptaan)-Ku.” (QS. Al-Hijr:29).

Adapun mengenai proses pembentukan janin, dalam QS. Al-Mu-minuun:13-14, diterangkan bahwa, kemudian Kami jadikan saripati itu nuthfah (yang tersimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian nutfah itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang-belulang, lalu tulang-belulang itu Kami bungkus dengan daging.

Itulah fase-fase global dari sebuah janin. Sedangkan bila kita teliti lebih lanjut tentang pertumbuhan dan perkembangan sebutir zigote atau sel telur (ovum) yang telah dibuahi oleh sel sperma, hingga akhirnya tercipta dan terlahir seorang makhluk bernama manusia. Di sini, kita akan mengatakan bahwa hal-hal kecil itu akan sangat berarti bagi kehidupan di kemudian hari. Apa buktinya?

Harus kita yakini bahwa manusia itu sebenarnya tumbuh dari sebutir zigote yang amat sangat kecil, tidak nampak oleh mata telanjang, tumbuh menjadi bakal (janin) manusia yang kecil sekali, panjangnya tidak lebih dari seperempat inci. Kemudian volumenya bertambah sampai 50 kalinya, sedang bobotnya sampai 8000 kalinya.

Dari sebutir zigote itu, lalu berubah menjadi makhluk yang ada kepalanya, ada tubuhnya dan ekornya. 
Pada saat ini, sudah ada jantung sederhana yang berdenyut dan darah yang beredar terus-menerus. Ada juga tanda-tanda pertama bakal adanya tangan, kaki, mata, telinga, perut maupun otak. Dan kenyataannya, selama 30 hari dari kehidupan manusia yang pertama itu, Pada umumnya telah mulai terbentuk secara sangat sederhana setiap anggota tubuh yang akan melayani kita dalam kehidupan baru kelak. Begitu pula halnya dengan beberapa anggota tubuh yang belum nampak kelihatan sebelum lahir.

Perkembangan zigote tersebut setelah mendapat sedikit kesuburan, membagi dirinya menjadi dua sel, dan dari dua sel itu terbagi lagi menjadi empat, dan seterusnya sampai menjadi berjuta sel yang membentuk tubuh manusia. Sehingga kalau kita runtut dapat disebutkan bahwa pada bulan kedua dari kehidupan manusia dalam rahim, berakhir dengan lebih miripnya janin dengan bentuk manusia dewasa.

Pada bulan ketiga, mulai jelas perbedaan antara kelelakian yang kelihatan lebih menonjol, daripada kewanitaan yang tetap tersembunyi. Selanjutnya, pertumbuhan janin paling pesat terjadi pada bulan-bulan ketiga dan keempat. Di bulan kelima, bagian dari kulit ikut berkembang, yaitu rambut halus yang kini menutupi kepala. Lalu kuku mulai nampak pada jari-jari tangan dan kaki. Dan terbentuknya juga dentin, yaitu lapisan yang menutupi gigi susu.

Selama bulan keenam ini kelopak mata janin terbuka lagi, yang sejak bulan ketiga tertutup rapat. Pembentukan kedua mata pada saat ini telah lengkap, namun baru bisa merasakan cahaya nanti pada bulan ketujuh. Dan pada bulan ketujuh ini, ada beberapa daerah dalam otak yang tumbuh seperti otak kecil, yaitu kelanjutan dari otak besar yang berhubungan dengan serabut-serabut yang datang dari telinga. Di samping itu, terjadi juga kesempurnaan perkakas saraf. Kemudian pada bulan kedelapan dan kesembilan ini mulai terlihat keindahan rupa, serta menunggu masa-masa kelahiran bayi.

Dengan memakni proses awal kehidupan manusia tersebut, masihkah kita akan meremehkan hal-hal kecil dari perikehidupan manusia? Padahal, bukankah dirinya sendiri terbentuk melalui proses-proses kecil yang tidak terjangkau manusia.

2. Bagaimana sebuah kesuksesan besar terbentuk?

Kesuksesan seseorang itu terbentuk tidak hanya dengan cara berdiam diri dan berkeluh kesah. Kesuksesan hari esok tak hanya diatur melalui teori. Apalagi hanya dengan ayal. Tepatnya, keinginan itu harus dibarengi dengan kesungguhan kerja dan luasnya ilmu. Dan yang lebih penting lagi, jangan terbesit sedikit pun dalam pikiran dan perilaku kita mengabaikan usaha yang telah dilakukan sebelumnya, biar pun usaha itu kecil dan sekilas tidak punya arti apa-apa.

Yeng terakhir itu, harus kita camkan. Karena kita sadar betul, bahwa kesuksesan itu terbentuk dari usaha yang kontiyu dan simultan. Ia dibangun oleh tangga-tangga kecil kesuksesan. Di sini, kuncinya berawal dari pola pikir kesuksesan.

Mereka yang berpola pikir sukses ---bagaimana berbuat lebih baik lagi---, akan memandang peluang sebagai “barang berharga”, pesaing sebagai motivator, dan kegagalan dijadikan sebagai batu pijakan untuk berbuat lebih baik di masa mendatang. Contoh yang sederhana dan sering kita lihat berkait menggapai kesuksesan adalah bagaimana seseorang anak yang berambisi untuk bisa berjalan. Baginya bisa berjalan adalah kesuksesan. Tidak peduli berapa kali ia terjatuh, berapa batu yang pernah melukainya, berapa orang mentertawakannya, dan tak peduli berapa lama ia meraihnya. Yang jelas, ia dapat meraih sukses berjalan.

Orang sukses adalah mereka yang berkemampuan merakit setiap hal-hal kecil sebagai tangga meraih kesuksesannya yang lebih besar. Dengan kata lain, orang sukses bukanlah orang yang tidak pernah gagal, melainkan orang yang terus mencoba bangkit dari kegagalan hingga sukses menjadi bagian dari hidupnya. Guru kita, Aa Gym sering mengatakan nikmatilah setiap proses yang kita lakukan. Yang jelas, luruskan niat dan sempurnakan ikhtiar, insya Allah kita merasakan nikmatnya perjalanan sukses itu.

Berkait dengan kesuksesan ini, Thomas Alva Edison mengatakan, “Genius itu 1% inspirasi, dan 99% cucuran keringat.” Artinya tanpa adanya hal kecil (1% inspirasi), maka kita tidak dapat mencapai genius (baca: sukses). Dan inspirasi itu datangnya dari Allah yang hinggap dalam pikiran kita. Dalam hal ini, Arda Dinata (1998), dalam salah satu tulisannya mengungkapkan bahwa, “Formula kesuksesan seseorang dibentuk oleh kerja pikir (Kp), kerja hati (Kh), kerja fisik (Kf), doa dan faktor X (keberkahan).”

Kerja pikir merupakan modal awal kesuksesan seseorang. Setiap manusia pada dasarnya berpontensi untuk sukses. Tapi, hanya mereka yang berpikir (sukses) yang dapat menguasai hidup dan mencapai kesuksesan. Hal ini didasarkan akan nikmat ‘otak’ yang diberikan Penguasa Hidup, hanya kepada manusia. Tentu, manusia yang mampu menggunakan pikirnya dalam membaca hidup ini, baik yang tersurat maupun tersirat, maka ia akan selalu berusaha bersikap positif terhadap sesuatu yang terjadi pada dirinya (baca: walau hal-hal kecil). Langkah hidupnya selalu didasarkan pada pola pikir yang terbentuk dari pembacaan dan perenungan hatinya.

Dari perpaduan kerja pikir yang telah dikonsultasikan melalui (kerja) hati, maka selanjutnya di aktualisasikan melalui kerja fisik. Setelah ketiga usaha yang dapat dilakukan manusia (ikhtiar) itu dimaksimalkan, ada formula kesuksesan lain yang perlu dilakukannya yaitu berdoa.

Doa merupakan tali penghubung usaha maksimal manusia dengan dunia maya kesuksesan. Dengan berdoa kepada Sang Penguasa kesuksesan itu sendiri, diharapkan ada faktor X ---keberkahan--- yang meridhoi dan mewujudkannya.

3. Bagaimana amalan kecil memiliki penghargaan tinggi?

Berbahagia dan sangat beruntung bagi orang-orang yang dalam hidupnya selalu diselimuti perilaku amal saleh. Amal saleh tidak lain merupakan buah dari iman ---cerminan iman---. Tepatnya, amal saleh adalah pelaksanaan totalitas perintah Allah dan penghindaran terhadap segala larangan-Nya. Lebih dari itu, yang terpenting amal saleh ini merupakan bekal yang paling baik untuk dibawa ke alam akherat yang kekal nanti, setelah kehidupan dunia.

Adapun yang termasuk amal saleh, dalam sebuah hadist disebutkan diantaranya berupa mendamaikan dua orang yang berselisih secara adil; membantu seseorang untuk menaiki hewan tunggangannya atau memuat barang-barangnya ke atas hewan tersebut; ucapan yang baik; menyingkirkan rintangan di jalan; tersenyum kepada sesama; dan berhubungan intim dengan istri/suami.

Berkait amal perbuatan manusia itu, Allah melihat bukan hanya besar atau kecilnya semata-mata, tetapi yang penting adalah niat dan keikhlasan hati kita. Artinya amalan hati, menurut Islam lebih utama daripada amalan yang bersifat fisik. Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak melihat tubuh dan bentuk tubuh kamu, tetapi Dia melihat hati dan amalmu.” (HR. Muslim).

Nabi Saw bersabda, “Allah tidak menerima amalan, melainkan amalan yang ikhlas dan yang karena untuk mencari keridhoan-Nya.” (HR. Ibnu Majah).

Sementara itu, Allah berfirman, “Dan janganlah aku dihinakan pada hari berbangkit (kiamat). Pada hari yang tidak bermanfaat harta benda dan tidak pula anak-anak. Kecuali orang yang datang ke hadirat Allah dengan hati yang suci.” (QS. Asy-Syu’ara: 87-89).

Secara demikian, keselamatan seseorang dari kehinaan pada hari kiamat, hanya diberikan kepada orang yang datang kepada-Nya, dengan hati yang baik lagi penuh keikhlasan.

Untuk itu, ikhlas merupakan amalan hati yang sangat penting untuk dimiliki setiap Muslim. Ia sebagai motivator, penggerak amal dalam meraih cita-cita dan tujuan yang diridhoi Allah SWT. Ia pun sebagai katalisator, pemurni amal pada anggota tubuh dalam beribadah kepada-Nya, berhubungan dengan sesama dan lingkungannya (Abdul Aziz Ad Barbasyi; 1997).

Dalam konteks ini, jelas-jelas bahwa amalan kecil yang ikhlas memiliki penghargaan tinggi dihadapan Allah, daripada amalan besar tapi diselimuti sifat riya.

Rasulullah Saw mengingatkan kita tentang bahayanya sifat riya yang bisa menyebabkan amalan akan ditolak. Sabdanya, “Saya khawatir apa yang saya takutkan akan syirik kecil menimpa atas diri kalian.” Mereka (para sahabat) bertanya: “Ya, Rasulullah, apa gerangan syirik kecil itu? Jawab Rasul, “Ia adalah riya.” (Al-Hadist).

4. Bagaimana unsur kecil terbentuk?

Alam semesta itu memiliki unsur-unsur dari yang terkecil hingga yang terbesar. Para ilmuwan hingga abad ke-19 berkeyakinan bahwa atom merupakan bagian terkecil yang mungkin ada pada segala unsur materi dan tak dapat dibagi-bagi lagi. Tetapi, beberapa puluh tahun belakangan ini, hal itu telah ditentang dengan adanya penemuan baru. Yakni para ilmuwan menemukan bahwa atom itu mengandung unsur Proton, Neutron dan Elektron. Melalui pembagian ini, salah satunya mereka dapat menciptakan bom atom yang cukup membahayakan manusia bila disalahgunakan.

Untuk itu, kita hendaknya jangan menganggap sepele terhadap unsur atom yang kecil ini. Dan sesuatu walau pun kecil seperti atom, dihadapan Allah jelas-jelas tercatat lagi tidak akan terlewatkan. Allah berfirman, “…. Tidak luput dari pengetahuan Tuhanmu biarpun sebesar zarrah (atom) di bumi maupun di langit. Tidak ada yang lebih kecil dan tidak (pula) yang lebih besar dari itu, melainkan semua tercatat dalam kitab yang nyata (Lauhul mahfuzh).” (QS. 10: 61).

Dalam bahasa kimia, atom-atom yang ada di alam itu dapat membentuk molekul-molekul. Artinya suatu molekul dapat terbentuk bila ada atom-atom. Di sini, terlihat jelas akan peran sebuah atom sebagai pembentuk molekul dalam alam ini. Perumpamaan ini, setidaknya telah menyadarkan bahwa kita hendaknya jangan menyepelekan hal-hal kecil dalam hidup ini.

5. Bagaimana dosa kecil bisa menjerumuskan?

Kehidupan manusia memang tidak terlepas dari lilitan dosa. Tetapi, bukan lantas kita seenaknya melakukan dosa-dosa kecil atau lebih-lebih dosa besar. Dan sulit bisa dibayangkan apa yang terjadi, jika predikat ‘dosa’ dihapuskan dari peradaban manusia. Hasilnya, kehidupan akan kacau balau, karena dengan nafsunya setiap orang merasa bebas berbuat apa saja.

Allah SWT berfirman, “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahanam kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah), mereka mempunyai mata tetapi tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga tetapi tidak dipergunakan untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS. Al-An’am: 179).

Dalam Islam, seseorang dikatakan berdosa, jika orang itu melanggar larangan syariatnya. Nabi Muhammad Saw mendefinisikan dosa dengan, “Apa yang mengganjal dalam hatimu, dan engkau takut kalau hal itu diketahui orang lain.” (HR. Iman Muslim).

Secara demikian, pada koridor itulah kita dapat memposisikan perbuatan manusia itu, termasuk dosa atau tidak. Sayangnya, banyak manusia yang kurang memaknai sebuah dosa. Sehingga banyak hal-hal kecil perbuatan manusia yang diabaikan, padahal perilaku itu telah melanggar syariat Islam. Berikut ini kisah yang pernah ditulis H. Usep Romli, H.M, tentang sebutir kurma penjegal doa.

Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke Masjidil Aqsa. Untuk bekal diperjalanan, ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak di dekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungutnya, lalu memakannya. Setelah itu langsung berangkat menuju Al Aqsa.

Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba ke Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih tempat beribadah pada sebuah ruangan di bawah Kubah Sakhra. Ia salat dan berdoa khusyuk sekali.

Tiba-tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

“Itu Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara yang doanya selalu dikabulkan Allah SWT,” kata Malaikat yang satu.

“Tapi sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena 4 bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Masjidil Haram, “ jawab Malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin Adham terkejut sekali. Ia terenyak. Jadi, selama 4 bulan ini ibadahnya, salatnya, doanya tidak diterima oleh Allah SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya.

“Astagfirullahal Adzim,” Ibrahim beristighfar. Ia segera berkemas. Berangkat lagi ke Mekah untuk menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Singkat cerita, ternyata pedagang tua itu sudah meninggal dunia. Dengan begitu Ibrahim meminta penghalalan itu terhadap para ahli warisnya yang berjumlah 12 orang (jumlah ini diketahui dari ahli waris yang berjualan kurma menggantikan ayahnya).

Akhirnya, semua ahli waris setuju menghalalkan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh Ibrahim.

Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada lagi di ruang bawah Kubah Sakhra. Tiba-tiba dua Malaikat yang dulu, terdengar lagi bercakap-cakap.

“Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara-gara memakan sebutir kurma milik orang lain.”

“O, tidak. Sekarang doanya sudah makbul lagi. Ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.”

Perilaku mengabaikan dosa seperti itulah, yang akan memberatkan posisi dirinya dihadapan Allah. Semoga kita merasa yakin dan tidak menyepelekan akan dosa yang telah kita perbuat, walau hanya sebesar biji kurma seperti kisah di atas.

6. Bagaimana makhluk kecil begitu menggemparkan?

Allah menciptakan dunia seisinya semata-mata untuk beribadah terhadap-Nya. Adapun makhluk hidup yang diciptakan Allah tersebut, ada yang dapat dilihat dengan kasad mata, ada juga yang baru terlihat melalui bantuan mikroskop. Dalam arti lain, makhluk hidup itu, ada yang ukuranya paling kecil sampai yang terbesar.

Allah berfirman, “Dan Dia (Allah) telah menjadikan segala sesuatu, kemudian Dia tentukan pula ukurannya masing-masing.” (QS. Al-Furqan: 2).

Selain itu, Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dibandingkan dengan lainnya. Walau demikian, bukan berarti kita dapat berlaku sombong terhadap makhluk yang lebih kecil dari kita. Dalam dunia kesehatan kita mengenal makhluk hidup yang ukurannya sangat kecil, misalnya golongan virus, bakteri, protozoa dan metazoa.

Larangan sifat sombong terhadap makhluk kecil itu, tentu bukan tanpa alasan. Karena betapa manusia itu tidak berdaya, bila golongan virus, bakteri, protozoa dan metazoa menyebarkan penyakitnya pada manusia. Apa buktinya?

Beberapa waktu lalu, betapa dunia digemparkan oleh aktivitas penyakit antraks. Antraks adalah penyakit infeksi yang bersifat akut bersumber dari bakteri bacillus anthracis yang menyerang hewan mamalia, namun lebih berbahaya lagi karena penyakit ini dapat juga menyerang manusia.

Penyerangan kepada manusia biasanya terjadi melalui kontak langsung dengan hewan yang terinfeksi atau melalui penularan lewat udara (pernapasan) yang mengandung spora bakteri tersebut. Sejak ditemukan pertama kali oleh Robert Koch (1876) dan selanjutnya oleh Louis Pasteur, bakteri ini dinyatakan sebagai penyebab penyakit antraks pada ternak dan telah banyak menyebabkan kematian baik hewan ternak maupun manusia.

Lebih dari itu, bacillus anthracis adalah jenis bakteri yang banyak dipilih sebagai salah satu agen senjata biologis karena bersifat sangat mematikan. Sebagai senjata yang sangat mematikan, antraks diduga banyak dikembangkan oleh sekelompok orang, organisasi atau negara untuk melakukan aksi kriminalitas, teror dan sabotase, bahkan untuk perang terbuka (Priyono Wahyudi, M.Si).

Secara demikian, layakkah kita meremehkan makhluk kecil (semacam bacillus anthracis) yang dapat menggemparkan kehidupan manusia tersebut?

7. Bagaimana sebuah perubahan dimulai dari hal-hal kecil?

Islam itu datang untuk memperbaiki keadaan dunia dari kehancuran dan membawa manusia kepada kebenaran dan kebahagiaan yang hakiki. Alqur’an dan sunah Rasul sebagai tuntunan hidup, amat sesuai dengan naluri dan nilai-nilai insan. Tepatnya, kedatangan Islam merupakan pembaharu dunia, dari gelap kepada terang, dari batil kepada yang hak.

Perbaharuan itu dapat terbentuk melalui tahap-tahap tertentu, bukan dengan sekali jadi. Karena tanpa hal-hal kecil, maka bukan merupakan suatu perubahan melainkan revolusi. Arti lainnya, jika kita ingin merubah nasib bangsa Indonesia agar lebih baik dari sekarang, maka hendaknya kita memperhatikan pembentukan individunya sebelum masyarakatnya. Rubahlah hal-hal kecil terlebih dahulu, sebelum kita rubah yang lebih besar.

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”(QS. Ar-Ra’d: 11).

Pola seperti itulah, yang saat ini coba diaktualisasikan oleh Aa Gym dalam memberdayakan umat menuju perubahan akhlak yang mulya. Konsep merubah diri ini dikenal dengan 3 M. Yaitu memulai dari diri sendiri dalam hal-hal kecil, melakukan terus/melatih diri, dan mulailah sekarang/melaksanakan langsung.

Akhirnya, di sinilah perlunya kita memaknai hidup secara benar. Muhammad Abduh mengatakan, “Hidup itu bukanlah hanya sekedar memasukkan dan mengeluarkan nafas saja, akan tetapi sesungguhnya hidup itu adalah aqidah dan jihad.” Ringkasnya, hidup ini harus membawa arti dan makna.

Nabi Muhammad Saw bersabda, “Siapa hidupnya lebih baik daripada hari kemarin, bahagialah ia. Siapa hidupnya sama keadaannya dengan hari kemarin, rugilah ia. Siapa hidupnya lebih jelek daripada hari kemarin, celakalah ia.” (HR. Al-Hakim). Waallahu’alam.**

Oleh: Arda Dinata
Email:
 arda.dinata@gmail.com

Minggu, 15 Agustus 2010

Ibu Pun Butuh cinta



Satu hal yang paling bisa membuat saya menangis hari ini –masa di mana saya sudah beranjak dewasa dan harus berpisah dengan keluarga– adalah saat saya teringat ibu. Ingat akan wajah lembutnya, senyum manisnya, kelembutan tuturnya, dan segenap nasihatnya selalu mampu menjadi penentu setiap keputusan saya. Seolah ada reminder ajaib dari ibu. Sehingga setiap saya ingin berbuat sesuatu, selalu ibu yang terbayang lebih dahulu.

Apakah yang akan saya lakukan disukai ibu atau apakah ini akan membuat ibu senang selalu menjadi pertimbangan bagi saya. Di lain kesempatan, jika saya memperoleh sesuatu yang menyenangkan, maka saya akan berkata “Ini saya persembahkan untuk ibu”.

Saya meyakini perasaan ini tidak hanya saya yang merasakannya.
Setiap anak tentu tidak akan mememungkiri betapa peran ibu mempunyai porsi terbesar dalam pertumbuhan dan perkembangannya.

Bagaimana tidak? Ruh seorang anak dititipkan Allah melalui rahim ibu. Sembilan bulan sepuluh hari ia berbagi makanan, cairan, dan suplemen tubuh lainnya dengan ibu. Bahkan setiap apa yang dikonsumsi ibu saat hamil bisa dipastikan adalah untuk janin di rahimnya. Pada masa itu banyak penderitaan yang dialami ibu. Sulit makan di awal-awal kehamilan, membenci sesuatu yang paling disukai saat tidak hamil, sulit bergerak, belum lagi maturational crisis (krisis pada masa hamil ) yang harus dialami.

Saat melahirkan sang bayi, ibu bahkan harus mempertaruhkan nyawanya. Tidak sedikit ibu yang meninggal saat melahirkan. Kemudian dimulailah masa-masa radikal dalam kehidupan anak. Saat anak hanya mampu berkomunikasi dengan tangisan, ocehan-ocehan yang mungkin hanya ibu yang memahaminya, gerakan tangan, tendangan kaki, dan genggaman jari. Begitu lambatnya pertumbuhan kita namun begitu sabarnya ibu mengurus kita. Makan melalui mulut, berbicara, berjalan, semuanya harus dipelajari. Bukankah ibu yang mempunyai peran terbesar dalam tahapan itu?

Kita tumbuh menjadi anak-anak yang lincah dan cenderung nakal. Aktif dan selalu ingin bermain. Ibu dengan sabarnya menemani kita kendati harus letih mengejar kita, melompat, dan memanjat bersama kita. Ia dampingi tahapan-tahapan penting dalam pertumbuhan kita dengan senyum dan harapan indah akan masa depan cerah kita. Ibu tanamkan aqidah dan akhlaq. Apa yang saat dewasa kita anggap benar, layak dan sesuai norma, bukankan kebanyakan merupakan apa yang ibu tanamkan ketika kecil?

Ketika kita sakit ibu adalah orang yang paling panik. Ketika kita nakal ibu adalah orang yang paling sedih. Ketika kita berhasil ibu adalah orang yang paling bahagia. Yakinilah itu!
Saat kita beranjak remaja, masa yang penuh dengan kelabilan dan gejolak itu menjadi aman dengan ibu di sisi kita. Ibu mampu menjadi teman cerita yang begitu setia. Ibu bisa menjadi solusi dari persolan rumit akibat keegoan dunia remaja kita.

Seorang ibu tidak akan pernah menuntut balas semua pemberiannya kepada anak-anaknya. Hanya saja, apakah kemudian anak-anak juga tidak menyadari peranan ibu tersebut?
Setelah dewasa anak-anak mulai sibuk dengan dirinya sendiri. Berjuang sekuat tenaga untuk mengembangkan karir dan mengukir kesuksesan. Sementara itu, ada ibu yang beranjak tua dan mulai lemah.

Wahai kita, para anak. Layakkah jika kemudian ibu kita tempatkan di panti wreda? Menghabiskan sisa-sisa kehidupannya dan menanti mautnya dalam kesendirian? Membiarkan mimpi-mimpi untuk melihat anaknya berhasil, menyaksikan dan membersamainya, pupus dan harus terkikis habis di panti jompo lantaran anak-anak sibuk dan tidak sempat mengurusnya. Setelah begitu panjang dan beratnya perjuangan ibu mengurus kita saat kecil dulu?

Padahal, diriwayatkan seorang laki-laki datang kepada Nabi saw seraya bertanya tentang orang yang paling layak ditemani. Rasulullah menjawab, “Ibumu.” Laki-laki itu bertanya lagi, “Lalu siapa lagi?”
“Ibumu,” jawab Nabi. “Kemudian siapa lagi?” tanya lelaki itu. “Ibumu,” jawab Nabi. “Kemudian siapa lagi?” Rasul menjawab, “Kemudian ayahmu.”
Sungguh... Ibu pun butuh cinta dari kita, anak-anaknya. Wallahua’lam.

oleh Miftahul Jannah

Sabtu, 14 Agustus 2010

MARI KITA BERBAGI


Untuk : setiap kita yang merasa "berkecukupan" dan selalu "dimanja" oleh Alloh SWT 


oOo

Dari pinggir kaca nako, di antara celah kain gorden, saya melihat lelaki itu mondar-mandir di depan rumah. Matanya berkali-kali melihat ke rumah saya.Tangannya yang dimasukkan ke saku celana, sesekali mengelap keringat di keningnya.

Dada saya berdebar menyaksikannya. Apa maksud remaja yang bisa jadi umurnya tak jauh dengan anak sulung saya yang baru kelas 2 SMU itu? Melihat tingkah lakunya yang gelisah, tidakkah dia punya maksud buruk dengan keluarga saya? Mau merampok? Bukankah sekarang ini orang merampok tidak lagi mengenal waktu? Siang hari saat orang-orang lalu-lalang pun penodong bisa beraksi, seperti yang banyak diberitakan koran. Atau dia punya masalah dengan Yudi, anak saya?

Kenakalan remaja saat ini tidak lagi enteng. Tawuran telah menjadikan puluhan remaja meninggal. Saya berdoa semoga lamunan itu salah semua. Tapi mengingat peristiwa buruk itu bisa saja terjadi, saya mengunci seluruh pintu dan jendela rumah. Di rumah ini, pukul sepuluh pagi seperti ini, saya hanya seorang diri. Kang Yayan, suami saya, ke kantor. Yudi sekolah, Yuni yang sekolah sore pergi les Inggris, dan Bi Nia sudah seminggu tidak masuk.

Jadi kalau lelaki yang selalu memperhatikan rumah saya itu menodong, saya bisa apa? Pintu pagar rumah memang terbuka. Siapa saja bisa masuk.

Tapi mengapa anak muda itu tidak juga masuk? Tidakkah dia menunggu sampai tidak ada orang yang memergoki? Saya sedikit lega saat anak muda itu berdiri di samping tiang telepon. Saya punya pikiran lain. Mungkin dia sedang menunggu seseorang, pacarnya, temannya, adiknya, atau siapa saja yang janjian untuk bertemu di tiang telepon itu. Saya memang tidak mesti berburuk sangka seperti tadi. Tapi dizaman ini, dengan peristiwa-peristiwa buruk, tenggang rasa yang semakin menghilang, tidakkah rasa curiga lebih baik daripada lengah?

Saya masih tidak beranjak dari persembunyian, di antara kain gorden, di samping kaca nako. Saya masih was-was karena anak muda itu sesekali masih melihat ke rumah. Apa maksudnya? Ah, bukankah banyak pertanyaan di dunia ini yang tidak ada jawabannya.

Terlintas di pikiran saya untuk menelepon tetangga. Tapi saya takut jadi ramai. Bisa-bisa penduduk se-kompleks mendatangi anak muda itu. Iya kalau anak itu ditanya-tanya secara baik, coba kalau belum apa-apa ada yang memukul.

Tiba-tiba anak muda itu membalikkan badan dan masuk ke halaman rumah. Debaran jantung saya mengencang kembali. Saya memang mengidap penyakit jantung. Tekad saya untuk menelepon tetangga sudah bulat, tapi kaki saya tidak bisa melangkah. Apalagi begitu anak muda itu mendekat, saya ingat, saya pernah melihatnya dan punya pengalaman buruk dengannya. Tapi anak muda itu tidak lama di teras rumah. Dia hanya memasukkan sesuatu ke celah di atas pintu dan bergegas pergi. Saya masih belum bisa mengambil benda itu karena kaki saya masih lemas.

* * *

Saya pernah melihat anak muda yang gelisah itu di jembatan penyeberangan, entah seminggu atau dua minggu yang lalu. Saya pulang membeli bumbu kue waktu itu. Tiba-tiba di atas jembatan penyeberangan, saya ada yang menabrak, saya hampir jatuh. Si penabrak yang tidak lain adalah anak muda yang gelisah dan mondar-mandir di depan rumah itu, meminta maaf dan bergegas mendahului saya. Saya jengkel, apalagi begitu sampai di rumah saya tahu dompet yang disimpan di kantong plastik, disatukan dengan bumbu kue, telah raib.

Dan hari ini, lelaki yang gelisah dan si penabrak yang mencopet itu, mengembalikan dompet saya lewat celah di atas pintu. Setelah saya periksa, uang tiga ratus ribu lebih, cincin emas yang selalu saya simpan di dompet bila bepergian, dan surat-surat penting, tidak ada yang berkurang.

Lama saya melihat dompet itu dan melamun. Seperti dalam dongeng. Seorang anak muda yang gelisah, yang siapa pun saya pikir akan mencurigainya, dalam situasi perekonomian yang morat-marit seperti ini, mengembalikan uang yang telah digenggamnya. Bukankah itu ajaib, seperti dalam dongeng. Atau hidup ini memang tak lebih dari sebuah dongengan?

Bersama dompet yang dimasukkan ke kantong plastik hitam itu saya menemukan surat yang dilipat tidak rapi. Saya baca surat yang berhari-hari kemudian tidak lepas dari pikiran dan hati saya itu. Isinya seperti ini: "Ibu yang baik, maafkan saya telah mengambil dompet Ibu. Tadinya saya mau mengembalikan dompet Ibu saja, tapi saya tidak punya tempat untuk mengadu, maka saya tulis surat ini, semoga Ibu mau membacanya. Sudah tiga bulan saya berhenti sekolah. Bapak saya di-PHK dan tidak mampu membayar uang SPP yang berbulan-bulan sudah nunggak, membeli alat-alat sekolah dan memberi ongkos. Karena kemampuan keluarga yang minim itu saya berpikir tidak apa-apa saya sekolah sampai kelas 2 STM saja. Tapi yang membuat saya sakit hati, Bapak kemudian sering mabuk dan judi buntut yang beredar sembunyi-sembunyi itu.

Adik saya yang tiga orang, semuanya keluar sekolah. Emak berjualan goreng-gorengan yang dititipkan di warung-warung. Adik-adik saya membantu mengantarkannya. Saya berjualan koran, membantu-bantu untuk beli beras.

Saya sadar, kalau keadaan seperti ini, saya harus berjuang lebih keras. Saya mau melakukannya. Dari pagi sampai malam saya bekerja. Tidak saja jualan koran, saya juga membantu nyuci piring di warung nasi dan kadang (sambil hiburan) saya ngamen. Tapi uang yang pas-pasan itu (Emak sering gagal belajar menabung dan saya maklum), masih juga diminta Bapak untuk memasang judi kupon gelap. Bilangnya nanti juga diganti kalau angka tebakannya tepat. Selama ini belum pernah tebakan Bapak tepat. Lagi pula Emak yang taat beribadah itu tidak akan mau menerima uang dari hasil judi, saya yakin itu.

Ketika Bapak semakin sering meminta uang kepada Emak, kadang sambil marah-marah dan memukul, saya tidak kuat untuk diam. Saya mengusir Bapak. Dan begitu Bapak memukul, saya membalasnya sampai Bapak terjatuh-jatuh. Emak memarahi saya sebagai anak laknat. Saya sakit hati. Saya bingung. Mesti bagaimana saya?

Saat Emak sakit dan Bapak semakin menjadi dengan judi buntutnya, sakit hati saya semakin menggumpal, tapi saya tidak tahu sakit hati oleh siapa. Hanya untuk membawa Emak ke dokter saja saya tidak sanggup. Bapak yang semakin sering tidur entah di mana, tidak perduli. Hampir saya memukulnya lagi.

Di jalan, saat saya jualan koran, saya sering merasa punya dendam yang besar tapi tidak tahu dendam oleh siapa dan karena apa. Emak tidak bisa ke dokter. Tapi orang lain bisa dengan mobil mewah melenggang begitu saja di depan saya, sesekali bertelepon dengan handphone. Dan di seberang stopan itu, di warung jajan bertingkat, orang-orang mengeluarkan ratusan ribu untuk sekali makan.

Maka tekad saya, Emak harus ke dokter. Karena dari jualan koran tidak cukup, saya merencanakan untuk mencopet. Berhari-hari saya mengikuti bus kota, tapi saya tidak pernah berani menggerayangi saku orang. Keringat dingin malah membasahi baju. Saya gagal jadi pencopet.

Dan begitu saya melihat orang-orang belanja di toko, saya melihat Ibu memasukkan dompet ke kantong plastik. Maka saya ikuti Ibu. Di atas jembatan penyeberangan, saya pura-pura menabrak Ibu dan cepat mengambil dompet. Saya gembira ketika mendapatkan uang 300 ribu lebih.

Saya segera mendatangi Emak dan mengajaknya ke dokter. Tapi Ibu, Emak malah menatap saya tajam. Dia menanyakan, dari mana saya dapat uang. Saya sebenarnya ingin mengatakan bahwa itu tabungan saya, atau meminjam dari teman. Tapi saya tidak bisa berbohong. Saya mengatakan sejujurnya, Emak mengalihkan pandangannya begitu saya selesai bercerita.

Di pipi keriputnya mengalir butir-butir air. Emak menangis. Ibu, tidak pernah saya merasakan kebingungan seperti ini. Saya ingin berteriak. Sekeras-kerasnya. Sepuas-puasnya. Dengan uang 300 ribu lebih sebenarnya saya bisa makan-makan, mabuk, hura-hura. Tidak apa saya jadi pencuri. Tidak perduli dengan Ibu, dengan orang-orang yang kehilangan. Karena orang-orang pun tidak perduli kepada saya. Tapi saya tidak bisa melakukannya. Saya harus mengembalikan dompet Ibu. Maaf."


Surat tanpa tanda tangan itu berulang kali saya baca. Berhari-hari saya mencari-cari anak muda yang bingung dan gelisah itu. Di setiap stopan tempat puluhan anak-anak berdagang dan mengamen. Dalam bus-bus kota. Di taman-taman. Tapi anak muda itu tidak pernah kelihatan lagi. Siapapun yang berada di stopan, tidak mengenal anak muda itu ketika saya menanyakannya.

Lelah mencari, di bawah pohon rindang, saya membaca dan membaca lagi surat dari pencopet itu. Surat sederhana itu membuat saya tidak tenang. Ada sesuatu yang mempengaruhi pikiran dan perasaan saya. Saya tidak lagi silau dengan segala kemewahan. Ketika Kang Yayan, suami saya membawa hadiah-hadiah istimewa sepulang kunjungannya ke luar kota, saya tidak segembira biasanya.Saya malah mengusulkan oleh-oleh yang biasa saja.

Kang Yayan dan kedua anak saya mungkin aneh dengan sikap saya akhir-akhir ini. Tapi mau bagaimana, hati saya tidak bisa lagi menikmati kemewahan. Tidak ada lagi keinginan saya untuk makan di tempat-tempat yang harganya ratusan ribu sekali makan, baju-baju merk terkenal seharga jutaan, dan sebagainya.

Saya menolaknya meski Kang Yayan bilang tidak apa sekali-sekali. Saat saya ulang tahun, Kang Yayan menawarkan untuk merayakan di mana saja. Tapi saya ingin memasak di rumah, membuat makanan, dengan tangan saya sendiri. Dan siangnya, dengan dibantu Bi Nia, lebih seratus bungkus nasi saya bikin. Diantar Kang Yayan dan kedua anak saya, nasi-nasi bungkus dibagikan kepada para pengemis, para pedagang asongan dan pengamen yang banyak di setiap stopan.

Di stopan terakhir yang kami kunjungi, saya mengajak Kang Yayan dan kedua anak saya untuk makan bersama. Diam-diam air mata mengalir dimata saya.

Yuni menghampiri saya dan bilang, "Mama, saya bangga jadi anak Mama." Dan saya ingin menjadi Mama bagi ribuan anak-anak lainnya.



sumber : no name

Singkirkan Racun Dalam Pikiran Anda ..

Li-li menikah dan tinggal bersama suami dan ibu mertua. Dalam waktu singkat, Li-li menyadari bahwa ia tidak dapat cocok dengan ibu mertuanya dalam segala hal. Kepribadian mereka berbeda, dan Li-li sangat jengkel dengan ibu mertua. Li-li dikritik terus-menerus bahkan karena hal-hal yang kecil dan remeh.

Hari demi hari, minggu demi minggu, Li-li dan ibu mertua tidak pernah berhenti konflik dan bertengkar. Keadaan jadi tambah buruk, karena berdasarkan tradisi Cina, Li-li harus taat kepada setiap permintaan sang mertua.Hal ini membuatnya semakin tertekan.

Akhirnya, Li-li tidak tahan lagi dengan temperamen buruk dan dominasi ibu mertuanya, dan dia memutuskan untuk melakukan sesuatu.Daripada dia menjadi gila karena menghadapi perilaku mertuanya yang sudah melewati batas kesabarannya.

Li-li pergi menemui teman baik ayahnya, Mr Huang, seorang tabib yang terkenal. Li-li menceritakan apa yang dialaminya dan meminta kalau-kalau Mr Huang dapat memberinya sejumlah racun supaya semua kesulitannya selesai.

Mr Huang berpikir sejenak dan tersenyum dan akhirnya berkata, Li-li, saya akan menolong, tapi kamu harus mendengarkan dan melakukan semua yang saya minta.

Li-li menjawab, "Baik, saya akan melakukan apa saja yang anda minta."
Mr Huang masuk kedalam ruangan dan kembali beberapa menit kemudian dengan sekantong jamu.

Dia memberitahu Li-Li, "Kamu tidak boleh menggunakan racun yang bereaksi cepat untuk menyingkirkan ibu mertuamu, karena nanti orang-orang akan curiga. Karena itu saya memberimu sejumlah jamu yang secara perlahan akan meracuni tubuh ibu mertuamu.

Setiap hari campurkan sedikit jamu ini pada makanan mertuamu. Nah, untuk memastikan bahwa tidak ada orang yang mencurigaimu , kamu harus berhati-hati dan bertindak dangan sangat baik dan bersahabat. Jangan berdebat dengannya, taati dia, dan perlakukan dia seperti seorang ratu."

Li-Li sangat senang.Baginya ini jalan satu-satunya agar hidupnya terbebas dari penderitaan. Dia kembali ke rumah dan memulat rencana yang buruk untuk mertuanya.

Minggu demi minggu berlalu, dan berbulanbulan berlalu, dan setiap hari, Lili melayani ibu mertua dengan masakan yang dibuat secara khusus.

Li-Li ingat apa yang dikatakan Mr Huang tentang menghindari kecurigaan, jadi Li-Li mengendalikan emosinya, mentaati ibu mertua, memperlakukan ibu mertuanya seperti ibu-nya sendiri dengan sangat baik dan bersahabat.

Setelah eman bulan, seluruh rumah berubah. Li-li telah belajar mengendalikan emosi-nya begitu rupa sehingga hampir-hampir ia tidak pernah meledak dalam amarah atau kekecewaan. Dia tidak berdebat sekalipun dengan ibu mertua-nya, yang sekarang kelihatan jauh lebih baik dan mudah ditemani

Sikap ibu mertua terhadp Li-li berubah, dan dia mulai menyayangi Li-li seperti anaknya sendiri. Dia terus memberitahu teman-teman dan kenalannya bahwa Li-li adalah menantu terbaik yang pernah ditemuinya. Li-li dan ibu mertuanya sekarang berlaku sepertu ibu dan anak sungguhan. Lama-lama Lili juga menyayangi ibu mertuanya. Dan merasa bersalah karena telah mencampur racun ke dalam makanan mertuanya.

Satu hari, Li-li datang menemui Mr. Huang dan minta pertolongan lagi. Dia berkata, "Mr Huang, tolonglah saya . beri saya penawar racun yang saya berikan kepada ibu mertua saya. Dia telah berubah menjadi wanita yang baik dan saya mengasihinya seperti ibu saya sendiri. Saya tidak ingin dia mati karena racun yang saya berikan."

Mr. Huang berkata "Li-li, tidak usah khawatir. Saya tidak pernah memberimu racun. Jamu yang saya berikan dulu adalah vitamin untuk meningkatkan kesehatannya.

Satu-satunya racun yang pernah ada ialah didalam pikiran dan sikapmu terhadapnya, tapi semua sudah lenyap oleh kasih yang engkau berikan padanya." Kata orang tua itu dengan bijak.

sumber : unknown ( dengan edit)

oOO

"Tidak ada balasan untuk kebaikan, selain kebaikan (pula)."
(QS. Ar-Rahman : 60)


Itulah sunnatullah dan telah menjadi hukum sosial : Sebagaimana perlakuan kita terhadap orang lain , maka mereka akan memperlakukan hal yang sama terhadap kita 

Secara umum di negara-negara Asia memiliki tradisi yang sama yaitu jika seorang perempuan menikah maka dia wajib tinggal bersama keluarga suami dan mengikuti semua aturannya.

Lalu bagaimana dengan syari’at Islam...? Di dalam syari’at Islam, ketika seorang perempuan menikah maka dia menjadi tanggung jawab suaminya. Sedangkan jika laki-laki yang menikah, maka dia tetap milik “Orang tua”nya.
Suami yang baik, penuh kasih dan bertanggung jawab tidak lahir dengan sendirinya, tapi dilahirkan dari rahim ibunya dan dibesarkan dengan limpahan kasih sayang oleh beliau. Jadi kita sebagai seorang istri tidak bisa serta merta mengklaim, bahwa seorang suami adalah milik kita sendiri. 

Dari Abdullah bin Umar berkata, “Saya mempunyai seorang istri yang saya cintai, namun Umar membencinya, dan dia mengatakan kepadaku, “Ceraikan dia.” Saya pun enggan untuk menceraikannya. Maka Umar datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu menyebutkan kejadian itu, maka Rasululah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadaku,”Ceraikanlah dia.” (HR.Abu Dawud, Tirmidzi, Nasa’I, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dan beliau menshohihkannya. Berkata Tirmidzi: “Hadits ini Hasan Shohih.”)

Happy Family : Me vs My Husband


Terinspirasi dari sebuah iklan di televisi. Sebagai ibu rumah tangga, aku berprofesi sebagai manajer keuangan, bagian pembelanjaan, koki, guru privat dan cleaning service. Jadi tergelitik untuk mencatat, apa saja ya profesi suamiku sebagai kepala rumah tangga...?

Pertama : Tukang Kebun
Suatu hari, aku tidak tahu keberadaan suamiku dimana. Padahal kendaraannya ada, tapi kok dicari-cari orangnya nggak ada di rumah ? Tiba-tiba... "Gedebuk!!!". Seperti suara buah durian yang jatuh dari pohon. Arah suara datang dari halaman depan rumah. Aku segera ke sana berharap ada buah durian yang dilempar ke halaman oleh tetangga. Oalah... ternyata suamiku tengah meringis-ringis karena jatuh dari atas pohon!!
"Makanya, Mas... kalo mau pangkas pohon bilang-bilang, dong... paling nggak istrimu kan bisa bantu dengan do'a... "
Lain waktu, bila suamiku hendak pangkas pohon ia akan melapor dulu padaku,
"Istriku, Mas mau kembali ke pohon dulu ya !"

Kedua : Tukang Reparasi
Lemari es di rumah rusak ? Komputer ngambek ? Pompa listrik macet ? Setrika nggak panas ? Atau apa aja deh... semua alat elektronika yang rusak di rumahku, pasti bisa dibetulkan oleh suamiku. Alhasil alat-alat elektronik kami awet digunakan, sama artinya dengan menghemat pengeluaran, kan...? Saking hematnya, bohlam lampu yang mati pun direparasi oleh suamiku. Padahal aku sudah bilang padanya, "Bohlam lampu kan harganya murah... lima ribu rupiah juga dapat... beli aja, sayang...". Tapi jawab suamiku, "Kalau bisa dibenerin, ya dibenerin aja dulu...". Hmm... padahal kebanyakan orang langsung membuang bohlam yang sudah mati.
Yang menjadi kepuasan suamiku, ketika produk bohlam lampu hasil reparasinya jadi. Setelah berlama-lama berkutat dengan bohlam lampu, maka tibalah saatnya untuk uji coba. Tiga puluh menit menyala dengan sukses. "Horeee... suamiku hebaattt...!!". Seruku membanggakan hatinya. Tapi tidak lama... "Jeglek!!" semua lampu di rumah padam, bau terbakar tercium dari kamar mandi. "Yah... reparasinya gagal. Beli aja, deh..."

Ketiga : Tukang Kayu
"Tok, tok, tok, tok !" 
Suamiku sibuk memukulkan palu, setelah sebelumnya sibuk dengan hitung-hitungan agar sebuah rak kayu dapat serasi setiap sisinya dan dapat berdiri dengan tegak. Dari kayu-kayu bekas packing paket yang ada, suamiku telah berhasil membuatkan aku sebuah meja dan rak piring. Lagi-lagi dapat menghemat uang belanja kami.

Keempat : Pembasmi Tikus dan Kecoa
Yang ini agak sedikit sadis, hiii...
"Hoaaaa... ada tikuuusss !!". Teriakku keluar dari dapur. Maka... jreng, jreng, jreng... bak Superman yang secepat kilat datang ketika Louis Lane berteriak minta tolong, suamiku datang dengan singlet tipis sehingga terlihatlah piano di dadanya, tidak ketinggalan pula senjata andalan : Sepotong kayu. Bersama sepotong kayu itu, suamiku menutup pintu dapur sehingga ia hanya berduaan saja dengan SiTi(kus). Kali ini aku sama sekali nggak cemburu. Tidak lama kemudian... "Bukk, bukk, bukk...!!" Seekor tikus tewas di tangan suamiku. Hiii... darah yang tersisa di senjata pembunuh itu membuatku ngeri.
Di saat yang lain suamiku juga berprofesi sebagai pembasmi kecoa. Suamiku ini mempunyai seorang isteri yang phobia sama kecoa. Konon, ketika aku kecil seorang bibiku bercerita, "Ada orang yang telinganya dimasuki kecoa. Kecoa itu terbang dan masuk ke telinganya". Sejak itu tiap kali bertemu dengan kecoa aku merasa seakan-akan kecoa itu hendak terbang dan masuk ke telingaku.
Berbeda dengan tikus yang menurut suamiku sangat mengganggu, perlakuan suamiku pada kecoa terbilang lebih berprikehewanan. Kecoa itu ditangkap dengan kertas, kemudian dibuang keluar.

Kelima : Tukang Ojek
Profesi yang ini jarang dilakoni oleh suamiku secara aku merasa bisa lebih luwes dan gesit jika pergi sendirian, apalagi jika harus mengunjungi beberapa tempat. Kecuali kalau lagi menghemat untuk ongkos parkir, he he...

Keenam : Tukang Masak
Acara masak bersama suami merupakan saat paling romantis buat aku. Jika aku sibuk di dapur, suami akan datang menawarkan bantuan, "Ada yang bisa mas bantu?". Iris bawang atau ngulek sambal adalah bantuan yang kerap aku minta. Oh ya, Suamiku pintar lho masak nasi goreng !
Dulu, sebelum menikah aku paling nggak suka makanan nasi goreng. Namun suatu ketika pada masa pengantin baru, suamiku memasak nasi goreng spesial telur buatku (He he spesial kok pake telur). Nyammm rasanya enak... sejak itu nasi goreng jadi salah satu makanan kegemaranku, apalagi kalau suamiku yang memasaknya.

Ketujuh : Tukang Bohong
Nggak percaya kalau suamiku itu tukang bohong ? Nih buktinya...
Kalau makanan yang aku masak rasanya nggak karuan, aku tanya masakanku enak apa tidak, tetap saja suamiku menjawab, "Enaakk". 
Kalau aku tanyakan pada suamiku, cantik mana aku atau artis Luna Maya, tetap saja suamiku menjawab, "Cantik istri mas, dong!!"
Ketahuan banget, kan bohongnya ??
***
Waow !! Banyak juga ya profesinya kepala rumah tangga ? Jadi kepingin suamiku cepat pulang agar aku bisa segera mengucapkan terima kasih dengan sedikit mencontek kata-kata disalah satu adegan film, "Oooh, my hero...!!"
Nah, coba diingat-ingat lagi hal baik apa saja yang telah dilakukan pasangan Anda sekecil apapun itu, niscaya akan menumbuhkan penghargaan dan terima kasih Anda padanya ^_^

Selagi Orang Tua Masih Ada.....

Seorang lelaki tua yang baru ditinggal mati isterinya tinggal bersama anaknya, Arwan dan menantu perempuannya, Rina, serta cucunya, Viva yang baru berusia enam tahun. Keadaan lelaki tua itu sudah uzur, jari-jemarinya senantiasa gemetar dan pandangannya semakin hari semakin buram.


Malam pertama pindah ke rumah anaknya, mereka makan malam bersama. Lelaki tua itu merasa kurang nyaman menikmati hidangan di meja makan. Dia merasa amat canggung menggunakan sendok dan garpu. Selama ini dia gemar bersila, tapi di rumah anaknya dia tiada pilihan. Cukup sukar dirasakannya, sehingga seringkali makanan tersebut tumpah. Sebenarnya dia merasa malu seperti itu di depan anak menantu, tetapi dia gagal menahannya. Oleh karena kerap sekali dilirik menantu, selera makannyapun hilang. Dan tatkala dia memegang gelas minuman, pegangannya terlepas. Praaaaaannnnngggggg!! Bertaburanlah serpihan gelas di lantai.

Pak tua menjadi serba salah. Dia bangun, mencoba memungut serpihan gelas itu, tapi Arwan melarangnya. Rina cemberut, mukanya masam. Viva merasa kasihan melihat kakeknya, tapi dia hanya dapat melihat untuk kemudian meneruskan makannya.

"Esok ayah tak boleh makan bersama kita," Viva mendengar ibunya berkata pada kakeknya, ketika kakeknya beranjak masuk ke dalam kamar. Arwan hanya membisu. Sempat anak kecil itu memandang tajam ke dalam mata ayahnya.

Demi memenuhi tuntutan Rina, Arwan membelikan sebuah meja kecil yang rendah, lalu diletakkan di sudut ruang makan. Di situlah ayahnya menikmati hidangan sendirian, sedangkan anak menantunya makan di meja makan. Viva juga dilarang apabila dia merengek ingin makan bersama kakeknya.

Air mata lelaki tua meleleh mengenang nasibnya diperlakukan demikian. Ketika itu dia teringat kampung halaman yang ditinggalkan. Dia terkenang mendiang isterinya. Lalu perlahan-lahan dia berbisik: "Miah... buruk benar layanan anak kita pada abang."

Sejak itu, lelaki tua merasa tidak betah tinggal di situ. Setiap hari dia dihardik karena menumpahkan sisa makanan. Dia diperlakukan seperti budak. Pernah dia terpikir untuk lari dari situ, tetapi begitu dia teringat cucunya, dia pun menahan diri. Dia tidak mau melukai hati cucunya. Biarlah dia menahan diri dicaci dan dihina anak menantu.

Suatu malam, Viva terperanjat melihat kakeknya makan menggunakan piring kayu, begitu juga gelas minuman yang dibuat dari bambu. Dia mencoba mengingat-ingat, di manakah dia pernah melihat piring seperti itu. "Oh! Ya..." bisiknya. Viva teringat, semasa berkunjung ke rumah sahabat papanya dia melihat tuan rumah itu memberi makan kucing-kucing mereka menggunakan piring yang sama!

"Tak akan ada lagi yang pecah, kalau tidak begitu, nanti habis piring dan mangkuk ibu," kata Rina apabila anaknya bertanya.

Waktu terus berlalu. Walaupun makanan berserakan setiap kali waktu makan, tiada lagi piring atau gelas yang pecah. Apabila Viva memandang kakeknya yang sedang menyuap makanan, kedua-duanya hanya berbalas senyum.

Seminggu kemudian, sewaktu pulang bekerja, Arwan dan Rina terperanjat melihat anak mereka sedang bermain dengan kepingan-kepingan kayu. Viva seperti sedang membuat sesuatu. Ada palu, gergaji dan pisau di sisinya. "Sedang membuat apa sayang? Berbahaya main benda-benda seperti ini," kata Arwan menegur manja anaknya. Dia sedikit heran bagaimana anaknya dapat mengeluarkan peralatan itu, padahal ia menyimpannya di dalam gudang.

"Mau bikin piring, mangkuk dan gelas untuk Ayah dan Ibu. Bila Viva besar nanti, supaya tak susah mencarinya, tak usah ke pasar beli piring seperti untuk Kakek," kata Viva.

Begitu mendengar jawaban anaknya, Arwan terkejut. Perasaan Rina terusik. Kelopak mata kedua-duanya basah. Jawaban Viva menusuk seluruh jantung, terasa seperti diiris pisau. Mereka tersentak, selama ini mereka telah berbuat salah !

Malam itu Arwan menuntun tangan ayahnya ke meja makan. Rina menyendokkan nasi dan menuangkan minuman ke dalam gelas. Nasi yang tumpah tidak dihiraukan lagi. Viva beberapa kali memandang ibunya, kemudian ayah dan terakhir wajah kakeknya. Dia tidak bertanya, cuma tersenyum saja, bahagia dapat duduk bersebelahan lagi dengan kakeknya di meja makan. Lelaki tua itu juga tidak tahu kenapa anak menantunya tiba-tiba berubah.

"Esok Viva mau buang piring kayu dan gelas bambu itu" kata Viva pada ayahnya setelah selesai makan. Arwan hanya mengangguk, tetapi dadanya masih terasa sesak.

ADAB TERHADAP ORG TUA
1. Bersikaplah secara baik, pergauli mereka dengan cara yang baik pula, yakni dalam berkata-kata, berbuat, memberi sesuatu, meminta sesuatu atau melarang orang tua melakukan suatu hal tertentu.

2. Jangan mengungkapkan kekecewaan atau kekesalan, meski hanya sekadar dengan ucapan ‘uh’. Sebaliknya, bersikaplah rendah hati, dan jangan angkuh.

3. Jangan bersuara lebih keras dari suara mereka, jangan memutus pembicaraan mereka, jangan berhohong saat beraduargumentasi dengan mereka, jangan pula mengejutkan mereka saat sedang tidur, selain itu,jangan sekali-kali meremehkan mereka.

4. Berterima kasih atau bersyukurlah kepada keduanya, utamakan keridhaan keduanya, dibandingkan keridhaan kita diri sendiri, keridhaan istri atau anak-anak kita.

5. Lakukanlah perbuatan baik terhadap mereka, dahulukan kepentingan mereka dan berusahalah ‘memaksa diri’ untuk mencari keridhaan mereka.

6. Rawatlah mereka bila sudah tua, bersikaplah lemahlembut dan berupayalah membuat mereka berbahagia, menjaga mereka dari hal-hal yang buruk, serta menyuguhkan hal-hal yang mereka sukai.

7. Berikanlah nafkah kepada mereka, bila memang dibutuhkan. Allah berfirman: “Dan apabila kalian menafkahkan harta, yang paling berhak menerimanya adalah orang tua, lalu karib kerabat yang terdekat” (Al-Baqarah : 215)

8. Mintalah ijin kepada keduanya, bila hendak bepergian, termasuk untuk melaksanakan haji, kalau bukan haji wajib, demikian juga untuk berjihad, bila hukumnya fardhu kifayah.

9. Mendoakan mereka, seperti disebutkan dalam Al-Qur’an: وَقُل رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيراً

“Dan ucapanlah, “Ya Rabbi, berikanlah kasih sayang kepada mereka berdua, sebagaimana menyayangiku di masa kecil” (Al-Isra : 24)[8]

Aidil Heryana

Chat Room